Undang-undang Sisdiknas dari masa ke masa

Proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 merupakan tonggak awal dimulainya pembangunan negara pada segala bidang, termasuk pendidikan. Pada masa awal kemerdekaan tersebut, tingkat pendidikan penduduk Indonesia sangat rendah. Betapa tidak, saat itu dari sekitar 70 juta jumlah penduduk Indonesia, hanya sekitar 5% yang melek huruf. Sisanya yang 95% buta aksara.[1]

Para pendiri negara sangat menyadari pentingnya aspek pendidikan dalam pembangunan bangsa. Oleh karenanya, mereka dengan sadar meletakkan dasar-dasar yang kokoh sebagai landasan pembangunan pendidikan. Hal ini tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan secara tersurat bahwa salah tujuan nasional adalah ”mencerdaskan kehidupan bangsa”. Selanjutnya, dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 31 secara eksplisit ditegaskan bahwa ”setiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.

Pada awal kemerdekaan, program-program pembangunan praktis tidak berjalan. Pasalnya, energi bangsa Indonesia tersedot untuk upaya-upaya mempertahankan kemerdekaan. Walaupun demikian, upaya-upaya menata sistem pendidikan nasional tetap berlanjut. Hal tersebut misalnya tampak dalam sidang Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) tanggal 25 s.d. 27 Desember 1945 yang menghasilkan 10 rekomendasi untuk penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Walaupun dalam kondisi serba terbatas, usaha mencerdaskan kehidupan bangsa pada masa revolusi ini, telah memperlihatkan hasil yang signifikan. Hal ini tampak dari jumlah anak sekolah pada tahun 1950 yang melonjak pesat dibanding pada masa penjajahan, seperti tersaji pada tabel halaman berikut.[2]

Era Tahun Ajaran SD Jumlah Siswa Jumlah Guru
Kolonial Belanda 1940/1941 17.848 2.259.245 45.415
Pendudukan Jepang 1944/1945 15.059 2.253.410 36.287
Republik Indonesia 1950/1951 23.801 4.926.370 83.850

Tonggak sangat penting pembangunan pendidikan di Indonesia yang ditancapkan pemerintah adalah disahkannya UU No. 4 Tahun 1950 jo UU NO. 12 Tahun 1954, tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia. Sejak saat itu, seiring semakin membaiknya kondisi negara secara umum, penataan sistem pendidikan nasional terus menerus dilakukan dan dilakukan perbaikan-perbaikan. Makalah singkat ini akan meninjau dan membahas undang-undang tentang sistem pendidikan nasional yang pernah diundangkan sebagai dasar pembangunan pendidikan Indonesia.

PEMBAHASAN

  1. 1. Sistem Pendidikan Nasional menurut UU No. 4 Tahun 1950 jo UU No. 12 tahun 1954

Tujuan pendidikan dan pengajaran menurut UU No. 4 Tahun 1950 Bab. II pasal 3 adalah ”membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”. Selanjutnya pada tahun 1954 dikeluarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 1950 Dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia. Undang-undang ini lahir sebagai akibat dari perubahan sistem pemerintahan Indonesia pada saat itu, dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berganti menjadi Negara Republik Indonesia Serikat, dan kembali lagi menjadi negara kesatuan.

Sistem pendidikan nasional pada masa ini masih belum mencerminkan adanya kesatuan. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 jo Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 hanya mengatur pendidikan dan pengajaran di sekolah, sementara penyelenggaraan pendidikan tinggi belum diatur. Undang-Undang yang mengatur penyelenggaraan Pendidikan Tinggi baru lahir pada tahun 1961 dengan disahkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1961 tentang Penyelenggaraan Perguruan Tinggi.

Berlakunya dua undang-undang dalam sistem pendidikan, yaitu Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 jo Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 dan Undang-undang No. 22 Tahun 1961 sering dipandang sebagai kendala yang cukup mendasar bagi pembangunan pendidikan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Undang-undang tersebut, di samping tidak mencerminkan landasan kesatuan sistem pendidikan nasional, karena didasarkan pada Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat, juga tidak sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945.

Penyelenggaraan pendidikan yang diatur dengan dua undang-undang yang berlainan menyebabkan konsolidasi dalam perwujudan satu sistem pendidikan nasional – seperti yang dikehendaki oleh UUD 1945 Pasal 31 Ayat (2) – belum terlaksana sepenuhnya. Sesuai dengan kedua undang-undang tersebut, persekolahan pada waktu itu memiliki penjenjangan berikut.

a)      Pendidikan prasekolah yang disebut Taman Kanak-kanak.(TK) dengan lama belajar satu atau dua tahun. Berdasarkan undang-undang yang berlaku hanya diatur bahwa pendidikan taman kanak-kanak merupakan salah satu bentuk sekolah tetapi tidak diatur bahwa pendidikan prasekolah merupakan prasyarat untuk memasuki sekolah dasar.

b)      Sekolah dasar (SD) dengan lama pendidikan enam tahun yang menampung murid-­murid baik yang telah lulus maupun tidak lulus pendidikan taman kanak-kanak.

c)      Sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) adalah pendidikan dengan lama belajar tiga tahun setelah lulus SD. Dalam undang-undang ini, pendidikan kejuruan mulai dilakukan pada tingkat SLTP. Pada waktu itu SLTP terbagi menjadi dua, yaitu pendidikan umum yang diselenggarakan melalui sekolah menengah pertama (SMP) dan pendidikan kejuruan melalui sekolah menengah kejuruan tingkat pertama (SMKTP).

d)     Sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) adalah pendidikan sekolah dengan lama belajar tiga atau empat tahun setelah SMP atau SMKTP. Undang-undang yang berlaku pada waktu itu sudah menganggap penting dikembangkannya pendidikan menengah kejuruan sehingga, di samping pendidikan menengah umum yang diselenggarakan di sekolah menengah atas (SMA) juga berkembang jenis-jenis sekolah menengah kejuruan tingkat atas (SMKTA).

e)      Perguruan Tinggi (PT) adalah pendidikan dengan lama kuliah tiga sampai empat tahun untuk tingkat sarjana muda dan lima sampai tujuh tahun untuk tingkat sarjana yang ditempuh baik melalui universitas, institut, akademi, maupun sekolah tinggi.

f)       Di lain pihak, pendidikan masyarakat juga merupakan bagian yang integral dalam sistem pendidikan nasional pada waktu itu. Pendidikan masyarakat atau pendidikan luar sekolah bertujuan untuk: pertama; memberikan pengetahuan dan keterampilan, termasuk kemampuan membaca, menulis dan berhitung kepada orang-orang dewasa yang buta huruf yang tidak berkesempatan bersekolah, kedua; membantu orang-orang dewasa yang sudah bekerja agar lebih produktif di dalam usaha-usahanya, dan ketiga; memperkecil jurang antara kemajuan di daerah perkotaan dengan kemajuan di daerah pedesaan.

g) Sistem Pendidikan menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1989

Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional meneguhkan dasar pendidikan nasional adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut termaktub dalam Bab II pasal 2 yang bunyi lengkapnya adalahPendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”. Sedangkan tujuan pendidikan nasional tercantum dalam Bab II pasal 4 yang berbunyi ”Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.

Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1989, pembangunan pendidikan mengusahakan pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi mutunya dan mampu mandiri, serta pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh dan. mengandung makna terwujudnya kemampuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham, dan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Pendidikan nasional adalah usaha sadar untuk memungkinkan bangsa Indonesia mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengembangkan dirinya secara terus-menerus dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sistem pendidikan nasional sekaligus merupakan alat dan tujuan yang amat penting dalam perjuangan mencapai cita-cita kemerdekaan serta tujuan negara dan bangsa Indonesia.

Sistem pendidikan nasional mengamanatkan jaminan untuk memberikan pendidikan bagi setiap warga negara Republik Indonesia, agar masing-masing memperoleh sekurang-kurangnya pengetahuan dan kemampuan dasar, yang meliputi kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, serta menggunakan bahasa Indonesia, yang diperlukan oleh setiap warga negara untuk dapat berperanserta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan baik melalui jalur pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah sampai ke tingkat yang sesuai dengan kemampuannya. Sistem Pendidikan Nasional memberikan kesempatan belajar seluas-luasnya kepada setiap warga negara, sehingga tidak dibenarkan adanya perbedaan atas dasar jenis kelamin, agama, ras, suku, latar belakang sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi dalam penerimaan murid baru.

UU No.2/1989 memberikan arah terwujudnya satu sistem pendidikan nasional, dengan salah satu penegasan bahwa sistem pendidikan nasional dilaksanakan secara semesta, menyeluruh, dan terpadu. Semesta diartikan terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di seluruh wilayah negara. Menyeluruh berarti mencakup semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, sedangkan terpadu berarti adanya saling keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha pembangunan nasional. Dengan demikian, di dalam UU ditetapkan segala bentuk satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan beserta peraturan pelaksanaannya, termasuk tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan dari semua jenis dan jenjang pendidikan.

UU No.2/1989 menetapkan bahwa pendidikan nasional dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan, sedangkan jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan.

Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional.

a)      Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-­tingkat akhir masa pendidikan.

b)      Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu.

c)      Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan yang khusus diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental.

d)     Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan untuk pegawai atau calon pegawai suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.

e)      Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.

f)       Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan.

g)      Pendidikan profesional merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu

Sedangkan Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan luar sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan keagamaan,-pendidikan jabatan kerja, pendidikan kedinasan, dan pendidikan kejuruan.

Jenjang pendidikan yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 1989 adalah jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan menengah dan jenjang pendidikan tinggi. Jenjang pendidikan dasar pelaksanaannya diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1990, pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun, diselenggarakan selama enam tahun di Sekolah Dasar (SD) dan tiga tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau satuan pendidikan yang sederajat. Bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan pendidikan program 6 tahun adalah SD (umum), SDLB, dan Madrasah Ibtidaiyah. Bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan pendidikan program tiga tahun adalah SLTP, SLTPLB, dan Madrasah Tsanawiyah.

Jenjang berikutnya adalah jenjang pendidikan menengah. Jenis-jenis pendidikan menengah meliputi:

a)      pendidikan menengah umum mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan siswa, serta menyiapkan siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi;

b)      pendidikan menengah kejuruan, mengutamakan pengembangan kemampuan siswauntuk melaksanakan suatu jenis pekerjaan, menyiapkan siswa memasuki lapangan kerja, serta mengembangkan sikap profesional;

c)      pendidikan menengah keagamaan mengutamakan penguasaan khusus siswa tentang agama yang bersangkutan;

d)     pendidikan menengah kedinasan mengutamakan peningkatan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan;

e)      pendidikan menengah luar biasa diselenggarakan secara khusus untuk siswa yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental.

Jenjang berikutnya adalah jenjang pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi melanjutkan pendidikan menengah di jalur pendidikan sekolah, yang terdiri atas pendidikan akademis dan pendidikan profesional. Pendidikan akademis terutama diarahkan pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.Pendidikan profesional lebih diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu.

Satuan penyelenggara pendidikan tinggi adalah perguruan tinggi. Satuan pendidikan ini dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas. Akademi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan profesional dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian tertentu. Politeknik merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan profesional dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus. Sekolah Tinggi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam satu disiplin ilmu tertentu. Institut merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang sejenis. Universitas merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.

Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1989 pasal 12 ayat (2), selain jenjang pendidikan sebagaimana dimaksudkan di atas, diselenggarakan pula pendidikan prasekolah, yang bertujuan untuk membantu pertumbuhan perkembangan jasmani dan rohani anak di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan jenis pendidikan ini adalah Taman Kanak-kanak, Kelompok Bermain, Penitipan Anak, Bustanul Athfal atau Raudhlatul Athfal.

  1. 3. Sistem Pendidikan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tetap mempertahankan dasar pendidikan nasional adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut termaktub dalam Bab II pasal 2 yang bunyi lengkapnya adalahPendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Sedangkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional tercantum dalam Bab II pasal 3 yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Undang-undang sisdiknas terbaru ini memberikan penekanan bahwa penyelenggaraan pendidikan harus dilaksanakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna. Selain itu, endidikan diselenggarakan: sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat; dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran; dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat; dan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

Undang-Undang No.20/2003 Bab VI pasal 13 menetapkan bahwa pendidikan nasional dilaksanakan melalui jalur formal, non formal, dan informal yang penyelenggaraannya dapat saling melengkapidan saling memperkaya. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas. Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

Sementara itu, undang-undang ini juga mengatur pendidikan anak usia dini (PAUD), yang diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.

UU No. 20/2003 juga mengatur pendidikan kedinasan, yaitu pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah non-departemen. Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah non-departemen.

Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.

Pengendalian penyelenggaraan dan mutu pendidikan dilaksanakan dengan indikator Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 Bab IX pasal 35. Pelaksanaan pengaturan SNP telah dijabarkan dalam sejumlah Peraturan Pemerintah yang telah diundangkan.

SIMPULAN

Uraian di atas secara singkat dapat disimpulkan bahwa sistem pendidikan nasional yang diatur UU No. 4/1950 jo UU No. 12/1954 masih belum terintegratif dan utuh. Sistem pendidikan nasional yang terintegratif dan utuh mulai muncul pada UU NO. 2/1989, namun pada undang-undang ini hakikat pendidikan yang menghargai keragaman belum terakomodasi. Sistem pendidikan nasional menurut UU NO. 2/1989 masih bersifat sentralistik. Bangun sistem pendidikan nasional paling komprehensif dan desentralistik sudah terlihat pada UU No. 20/2003. Undang-undang ini  sangat kuat, karena pada tahun yang sama UUD 1945 juga diamandemen dan hasilnya menempatkan pendidikan pada posisi sangat penting, alokasi anggaran pendidikan diamanatkan minimal 20% dari APBN. Namun demikian, pelaksanaannya sampai tahun kelima (2008) masih belum sempurna. Alokasi anggaran pendidikan masih kurang dari 20% dari APBN. Sinkronisasi peraturan pelaksanaan UU No. 20/2003 masih belum sempurna, bahkan ada yang bertentangan.  Hal tersebut misalnya tampak dari masih dilaksanakannya ujian nasional untuk standarisasi evaluasi hasil belajar.

BAHAN BACAAN

Depdiknas, Wajib Belajar Pendidikan Dasar 1945-2007, (Jakarta: Depdiknas, 2007), h. 2.

Djoyonegoro, Wardiman, Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

H.A.R. Tilaar, 50 Tahun Pembangunan Pendidikan Nasional 1945-1995, Jakarta: Grasindo 1995..

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Kembali Undang-Undang No. 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


[1] Depdiknas, Wajib Belajar Pendidikan Dasar 1945-2007, (Jakarta: Depdiknas, 2007), h. 2.

[2] H.A.R. Tilaar, 50 Tahun Pembangunan Pendidikan Nasional 1945-1995, (Jakarta: Grasindo 1995), h. 67.

Leave a comment